Peran Pemuda dalam Mengawal Pilkada Serentak 2018
Oleh :
Ernie. J. Mirpey, SE
(Alumni STIEM Rutu Nusa dan Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan dan AnakDPD KNPI Provinsi Maluku)
"Politik bukan alat kekuasaan tetapi etika untuk melayani" merupakan pernyataan dari Pahlawan Nasional Indonesia dan Negarawan Sejati asal Maluku, Dr. J. Leimena yang juga merupakan
Founding Father Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Kutipan Negarawan Sejati asal Maluku yang akrab dikenal dengan sapaan Om Jo Leimena itu mengawali tulisan ini untuk menyadarkan kita tentang keterkaitan antara politik dan etika. Kutipan tersebut juga menekankan bahwa pemahaman berpoltik adalah untuk melayani sesama bukan sebaliknya untuk menguasai sesamanya.
Mekanisme demokrasi lima tahunan untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara serentak (Pilkada Serentak) pada 171 Provinsi, 115 Kabupaten dan 39 Kota akan berlangsung tinggal beberapa bulan lagi. Momentum Pilkada ini adalah proses politik yang sangat bermakna dan strategis, serta menentukan eksistensi, arah perjalanan dan masa depan daerah secara khusus serta bangsa dan negara Indonesia secara umum.
Jelang Pilkada Serentak pada 27 Juni 2018, suhu politik di masing-masing daerah yang akan menyelenggarakan perhelatan demokrasi ini semakin memanas. Adanya saling mengaitkan antar Pilkada serentak 2018 dengan Pileg 2019 pun terjadi. Hal yang samapun terjadi di Provinsi Maluku yang merupakan salah satu daerah peserta Pilkada serentak.
Berbagai strategi untuk membangun citra pasangan calon mulai dilakukan, baik oleh Partai Poltik, Elite Poltik, Tim Sukses, Relawan maupun Simpatisan demi meraih kemenangan. Media, Pamplet, Baliho-Baliho yang telah dipenuhi oleh foto dan profile pasangan calon dengan janji-janji politik yang ditawarkan untuk merebut simpati rakyat pung telah ramai di publikasi.
Adanya saling serang secara terang-terangan dilakukan demi untuk mendapat simpati rakyat. Tak dapat juga dipungkiri bahwa terjadi Money Politik, Black Campaign, negative campaign bahkan isu SARA pun mulai dimainkan oleh pihak-pihak tertentu dengan anggapan bahwa isu tersebut merupakan "senjata" yang paling ampuh dalam mempengaruhi rakyat.
Dengan suhu politik yang semakin memanas, kita menjadi lupa atau bahkan ada yang pura-pura lupa bahwa momentum ini bukanlah ritual politik dan suksesi kepemimpinan belaka, tetapi sebagai momentum dan sarana membangun demokrasi yang substantif dan mengakhiri transisi serta segala bentuk eksperimen politik yang selama ini ditengarai semakin menjauhkan kehidupan kebangsaan dari misi mulia reformasi dan cita-cita nasional 1945.
Demokrasi yang serba bebas tanpa tanggungjawab moral yang tinggi hanya menghasilkan kehidupan politik yang sarat transaksional, korupsi, politik dinasti dan gaya hidup elit yang jauh dari standar moralitas agama dan budaya luhur bangsa Indonesia.
Peran Pemuda dalam Mengawal Pilkada Serentak 2018
Pemuda tidak bisa menghindar dari politik karena keberadaan pemuda sendiri adalah sebagai makhluk politik, dimana pemuda terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan politik. Peran pemuda dalam perpolitikan bangsa Indonesia telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang dimulai dari pergerakan Budi Utomo Tahun 1908, Sumpah Pemuda Tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1945, Pergerakan Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Tahun 1966, sampai dengan Pergerakan Mahasiswa pada Tahun 1998 yang meruntuhkan kekuasaan orde baru selama 32 tahun sekaligus membawa bangsa Indonesia memasuki masa reformasi. Sehingga bukan hal yang aneh ketika pemuda berbicara dan memikirkan politik.
Pemuda merupakan salah satu representatif pemilih dalam mengawal jalannya Pilkada. Pemuda adalah tumpuan masa depan yang berperan dalam momentum demokrasi, untuk itu dibutuhkan peran pemuda dalam mengawal pilkada serentak 2018. Lalu apa saja peran pemuda yang harus dijalankan dalam mengawal proses Pilkada serentak 2018 ?
Menurut saya ada beberapa peran yang harus dijalankan oleh pemuda yaitu : Pertama, Idealisme dan daya kritis Pemuda Sangat dibutuhkan dalam mengawal proses demokrasi saat ini agar dapat berjalan sesuai yang dicita-citakan sehingga tidak terjadi stigmatisasi negatif terhadap demokrasi itu sendiri.
Kedua, pemuda harus hadir sebagai agen penjaga etika dan moral dalam proses demokrasi bukan malah menjadi pelacur demokrasi itu sendiri. Ketiga, pemuda tidak boleh terjebak dalam pragmatisme politik. Keempat, pemuda harus mampu menanamkan stigma ke masyarakat bahwa Pilkada harus dilakukan secara sehat tanpa Money Politik, Black Campaign, Negative Campaign ataupun isu SARA.
Kelima, pemuda perlu untuk meberikan kontribusi pikir demi kemajuan bangsa dan negara ini terkhususnya daerah ini kepada calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Keenam, pemuda perlu memberikan pendidikan politik baik melalui media, diskusi public, seminar dan lain-lain agar rakyat tidak hanya menjadi objek poltik tetapi juga subjek poltik demi terciptanya demokrasi yang berkualitas.
Gunakan hak pilih Anda dengan sebaik-baiknya karena akan menentukan masa depan daerah dan bangsa ini selama 5 tahun kedepan. Dan mari sama-sama kita wujudkan demokrasi di Indonesia berdasarkan kasih.
"Salam Pemuda dari Bumi Maluku Negeri Raja- Raja untuk Basudara Samua"
Tidak ada komentar