HPH, Bermanfaat atau Memanfaatkan?
Oleh :
Yakob Godlif Malatuny, S.Pd., M.Pd
Yakob Godlif Malatuny, S.Pd., M.Pd
Para pembaca yang terhormat, kehadiran PT. Karya Jaya Berdikari dengan mengantongi Isin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) bulan Maret 2009 dengan jangka waktu 45 Tahun pada kabupaten yang berjuluk Duan Lolat di satu sisi memberi harapan besar bagi warga untuk membangun keterbelakangan dan menghilangkan kemiskinan, namun di sisi lain melahirkan gejolak bahkan kekhawatiran akan pewarisan keterbelakangan dan kemiskinan itu sendiri dari generasi saat ini kepada generasi selanjutnya.
Pasalnya hutan Tanimbar terus dikikis oleh PT. Karya Jaya Berdikari (PT. KJB) sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Kondisi ini menerbitkan pertanyaan besar dari penulis, apakah kehadiran PT. KJB bermanfaat bagi seluruh warga atau malah sebaliknya memanfaatkan hutan Tanimbar untuk mendulang keutungan demi memperkaya segelintir orang?
Menjawab pertanyaan di atas maka penulis mengedepankan beberapa alasan diantaranya. pertama, realitas menyadarkan kita bahwa kehadiran PT. KJB di Kabupaten Duan Lolat pernah menerbitkan darah dan air mata di kalangan warga, pasalnya mereka saling menyerang dan bertahan menggunakan senjata tajam. Sebagian warga maju tak gentar membela yang benar, namun sebagian maju tak gentar membela yang bayar pihak PT. KJB.
Kedua, mulai dari pihak warga, aktivis pemerhati lingkungan, tokoh agama, tokoh adat, himpunan mahasiswa, hingga Pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat (Pemda MTB) melakukan protes keras terhadap pihak PT. KJB, Pemerintah Provinsi Maluku, bahkan Pemerintah Pusat terkait Hak Pengusahaan Hutan di pulau Tanimbar yang tidak prosedural.
Ketiga, hutan Tanimbar terus dikikis oleh PT. KJB sejak Maret 2009 dan dalam jangka waktu 45 tahun. Kondisi ini tentu melahirkan kerugian yang berkepanjangan bagi warga maupun Pemda MTB. Karena, pihak PT. KJB terus mendulang keutungan sebesar-besarnya bagi kepentingan mereka dan meninggalkan sedikit keutungan bagi warga dan Pemda MTB. Lebih dari itu, kedepan warga Tanimbar bisa kehilangan satwa dan tumbuhan endemik di kepulauan Tanimbar berupa burung kakatua tanimbar (cacatua goffini), kerbau Yamdena dan kayu torem (manikara canosiensis).
Berangkat dari tiga poin di atas maka jelas bahwa kehadiran PT. KJB hanya memanfaatkan hutan Tanimbar untuk meraup keuntungan, bukan bermanfaat bagi seluruh warga dan Pemda MTB. Kondisi ini tak boleh dibiarkan, sebab mimpi indah otonomi daerah sebagai jembatan emas menuju kemakmuran warga tak boleh berubah menjadi mimpi buruk; miskin, timpang, terbelakang, dan terperbudak. Kemakmuran yang menjadi impian warga tak boleh sebatas lagu merdu yang meninabobokan.
Untuk itu, pemda MTB bersama warga tak boleh pasrah pada keadaaan buruk yang terus melilit kehidupan, sebab mengatasi kemiskinan dengan menciptakan ketergantungan dan mentalitas “pasrah” adalah tindakan penyelamatan yang mempercepat kematian, seperti yang diutarakan Sang Pakar Komunikasi Politik, Karim Suryadi.
Demi mencegah hal tersebut, maka Pemerintah MTB bersama seluruh warga secara terus-menurus menyuarakan masalah HPH ke Pemerintah Provinsi Maluku maupun pemerintah pusat agar PT. KJB angkat kaki secara sah dari Bumi Duan Lolat. Jangan menyerah, belajarlah dari air yang membelah batu bukan karena kekuataan, namun ketekunan yang tak pernah surut.
Dan jangan lupa, jalur hukum masih terbuka, ruang demokrasi pun masih terbuka lebar bagi warga bersama Pemda MTB untuk menyuarakan masalah HPH. Di atas segalanya, warga dan Pemda MTB yang menjadi pemain utama untuk menentukan langkah PT. KJB di Pulau Tanimbar agar ke depan tak ada lagi penyesalan dan air mata diantara warga dan Pemda MTB. SEMOGA !
Tidak ada komentar