Pil Pahit Perikanan MTB
Keramba Jaring Apung (Ilustrasi) |
CahayaLensa.Com
Potensi Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Barat ( MTB ) boleh dikatakan cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dengan rata - rata pertahun ekspor potensi perikanan berasal dari Kota Saumlaki bisa mencapai 36.500 ton/tahun, dari berbagi jenis komoditi hasil perikanan seperti ikan kerapu, lobster dan kepiting bakau yang adalah komoditas unggulan.
Berbagai hasil perikanan laut itu, tidak hanya dijual di pasar domestik, akan tetapi telah diekspor ke manca Negara dan yang paling sering menjadi tujuan ekspor yaitu Singapura.
Mayoritas masyarakat di MTB bermukim pada pesisir pantai, wajar jika kabupaten yang dijuluki “Dua Lolat” sering disebut sebagai kabupaten kelautan. Potensi perikanan Yang begitu tinggi membuat masyarakat bergantung pada kehidupan melaut sebagai mata pencarian utama.
Potensi ini juga membuat arah kebijakan Pemerintah Pusat melirik, sekaligus menetapkan Kabupaten MTB sebagai salah satu daerah Sentra Perikanan dan Kelautan Terpadu (SKPT ) namun lagi dukungan dari pemerintah daerah dianggap belum maksimal.
Bagimana tidak ! Pemerintah lagi gencar melakukan perubahan paradigma dari Revolusi Hijau beralih ke Revolusi Biru. Namun masyarakat di MTB harus menelan pil pahit, dimana Dinas Perikanan setempat justru menerapkan kebijakan yang berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Dinas Perikanan MTB malah mengembangkan sektor perikanan darat, lewat program budi daya ikan lele.
Gambaran ironi jika dilekatkan pada kabupaten bahari dengan potensi laut yang tinggi.
“Sumber Daya Alam Potensi Perikanan di Kabupaten MTB lebih cocok untuk melakukan budidaya ikan laut,” terang Akademisi Fakultas Perikanan, Program Studi Budidaya Perairan Universitas Pattimura Ambon,Dr. Ir. Magdalena Latuihamallo, M.Sc, seraya menambahkan, jika ada yang lain untuk dikembangkan, setidaknya sumber daya manusia nya disiapkan terlebih dahulu.
Saat ditemui Cahaya Lensa, Selasa, (03/10) Latuihamallo tegaskan, potensi Marine Culture (Budidaya Perikanan) itu ada di MTB karena sebagian wilayahnya dikelilingi oleh lautan.
“Saya sudah turun disana dan secara langsung melihat begitu banyak potensinya, misalkan di Matakus dan Pulau Seira potensinya luar biasa untuk dijadikan sebagai bagian dari budidaya perikanan laut,” jelasnya.
Potensi ikan laut dapat dijadikan benih untuk budidaya tersedia disana, jika ingin budidaya ikan laut
yakni kerapu misalkan sangat mudah diperoleh benihnya, ada indukan ikan kerapu yang telah tersedia di alam, dan tidak perlu lagi dari luar wilayah MTB dan Maluku.
Mainset para pimpinan harus diubah, karena selama ini ada potensi namun belum termanfaatkan, mereka lebih banyak berpikir kepenangkapan sehingga tidak melakukan pembenihan.
“Selama ini, saya melihat budidaya dilakukan beberapa perusahan swasta yang belum tahu telah memiliki izin atau tidak ? Mereka membudidaya ikan kerapu pada keramba, dengan cara membeli dari masyarakat lokal, kemudian akan jual ke luar dengan harga yang berlipat ganda, padahal ini termasuk perkapita masyarakat lokal,” kritiknya.
Kedepan diharapkan, sektor budidaya ikan laut dapat dilakukan tergantung Pemerintah Daerah berani atau tidak untuk mendorong masyarakat lokal melakukan budidaya. Dengan kata lain, jika telah dilakukan budidaya ikan laut maka ketersediaan Sumber Daya perikanan juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat MTB.
Terkait kebijakan penerapan program budidaya ikan lele, Kadis Perikanan MTB, Venansius Batlayeri, dengan alasan memiliki sejumlah keunggulan, selain berdaya tahan hidup sangat tinggi, budi daya ikan lele juga sangat mudah. Bahkan ikan ini bisa beradaptasi di air dengan baik meskipun kualitasnya buruk, serta pengelolaannya menggunakan teknologi yang bisa diperbaharui.
“Disisi lain, perikanan laut dipastikan akan kesulitan mendapatkan ikan laut dalam kurun 10 tahun mendatang,” alasan Batlayeri.
Apalagi, sambungnya, intensitas pemanfaatan sumber daya ikan air laut yang semakin meninggi saat ini, diperparah dengan reproduksi jenis ikan tertentu sangat terbatas dibandingkan dengan ikan-ikan permukaan. Sementara ikan dasar (laut dalam) reproduksinya rendah dan cepat habis.
“Kajian akademis umumnya untuk kelayakan suatu usaha budidaya agar memiliki nilai ekonomis dan berkelanjutan harus butuhkan kajian yang komprehensif,” tambah Ny Endang Jamal, S.Pi, M.Si.
Agar kedepan, tambah Dosen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Unpatti ini, kelayakan usaha dapat berkelanjutan dan tidak berhenti ditenggah jalan. Faktor kondisi sosial masyarakat mendukung, sehingga tidak menimbulkan penyakit baru.
“Kalau ikan sudah kurang, budidaya ikan laut biar bisa kembali tebar ke laut bukan mengalihkan ke budidaya ikan lele. Itu bukan solusi tepat,” tegas Dosen muda ini.
Endang Jamal menegaskan, menjustifikasi sepuluh tahun kedepan ketersedian sumber daya mengalami penurunan sangat tidak logis, karena alam memiliki kemampuan untuk memulihkan, kecuali laju penangkapanya sangat tinggi.
“Namun kalau daerah baru seperti MTB pengkapan belum terlalu tinggi. Kita tidak bisa cuma bilang bilang akan mengalami penurunan, tetapi kita harus melihat secara langsung dan butuh kajian ilmiah dan akademis ketersediaan sumber daya perikanan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat MTB,” cetusnya.
Lebih tepat jika kita membudidayakan ikan kerapu atau jenis lainya, hal ini sejalan dengan karakteristik kewilayahan dan visi misi Kementrian Kelautan dan Perikanan. Sebagian besar wilayah Kabupaten MTB laut, pemerintah tidak lagi kerja ganda. Tidak terjadi introduksi baru.
Secara bersamaan, Ketua Prody BDP, Absalom Luturmas, S.Pi, M.Si, mengatakan potensi sumber daya perikanan budidaya di laut sejalan dengan visi misi Gubernur Maluku.
“Kalau introduksi biota baru potensi penyakitnya besar dan genetiknya sulit diadaptasikan serta nilai ekonomis sulit diperoleh, mengingat masyarakat MTB belum terbiasa mengkonsumsi ikan lele. Karakteristik wilayah masyarakat juga berpengaruh,” jelas Luturmas.
Kepala Dinas Perikanan MTB sepertinya ragu terhadap teknologi pembudidayaan kerapu dan sejenisnya. Jika Kepala Dinas banyak baca dan refernsi sesuguhnya budidaya kerapu ini telah memiliki teknologi yang maju.
“Orang gunung saja bisa budidaya kerapu apalagi daerah MTB,” sesal dia.
Dirinya menyarankan, apabila Kabupaten MTB ingin maju maka harus perikanan tangkap dan budidaya laut dikembangkan. Berbeda dengan kabupaten lainnya.
“Tidak tepat kalau MTB itu lakukan budidaya ikan lele,” tandasnya.
Lanjut Luturmas, sebagai putra daerah dirinya menginginkan terbaik bagi MTB, sehingga Pemerintah MTB diharapkan mengkaji kembali langkah kebijakan budidaya ikan lele.
“Saya dan Program Study Budidaya Perairan siap membuka diri bagi Pemerintah Daerah untuk bersama mengkaji secara akademis lebih ilmiah terkait pembudidayaan di sektor perikanan, agar kedepan dapat dijadikan sebagai acuan dalam sistem perencanan jangka panjang,” seru dia. (CL-01)
Tidak ada komentar