HPH Yamdena, Lampu Kuning for Assagaff
CahayaLensa.Com
SAUMLAKI – Aktivis pemerhati lingkungan Maluku Tenggara Barat (MTB), Agustinus Rahanwarat minta Gubernur Maluku, Ir Said Assagaff segera meninjau kembali rekomendasi terhadap PT. Karya Jaya Berdikari sebagai pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Pulau Tanimbar.
Kepada Cahaya Lensa, di Saumlaki Senin, (09/10) Rahanwarat menegaskan, polemik HPH Yamdena harus secepatnya diatasi Assagaff sebab saat ini, masalah tersebut menjadi perseteruan cukup hangat di kabupaten yang berjuluk duan lolat ini.
Menurutnya, rekomendasi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku era kepemimpinan Karel Albert Ralahalu, kepada perusahaan milik John Keliduan improsedural dan sebenarnya ditolak sebagian masyarakat sebelumnya.
Ditambahkan, berulang kali dia bersama aktivis lainnya demonstrasi yang berlangsung di Kementerian Kehutanan, kemudian di Kantor Gubernur Maluku dan di Kantor Bupati MTB, Saumlaki.
Inti dari demo tersebut, menuntut agar tidak ada pengelolaan hutan dalam skala besar seperti yang dilakukan PT. Karya Jaya Berdikari dengan mengantongi Isin Usaha Pemanfaatan Hutan Hasil Kayu (IUPHHK) Bulan Maret 2009 dengan jangka waktu 45 Tahun.
"Perjuangan melawan HPH di Tanimbar memang tidak mudah karena pengelola sendiri telah mengantongi izin resmi, karena itu perlu gebrakan yang kuat untuk mencabut kembali IUPHHK dari PT. Karya Jaya Berdikari,” tegas Rahanwarat.
Lanjutnya, perolehan izin itu tidak prosedural karena seharusnya yang menerbitkan rekomendasi duluan adalah Bupati Maluku Tenggara Barat kala itu dijabat Bitzael Silvester Temmar.
Kenyataannya, terlebih dahulu yang menerbitkan izin dari Gubenrur Maluku.
“Masalah ini pernah disampaikan ke Gubernur Maluku. Tapi Gubernur enggan bertemu dengan aktivis. Gubernur tidak mampu menjawab pertanyaan dari aktivis,” tegas Rahanwarat.
Secara terpisah, salah satu tokoh masyarakat MTB, Isaias Wuritimur, saat dikonfirmasi mengatakan, untuk jalur mediasi atau non litigasi sementara diupayakan Pemerintah Kabupaten MTB saat ini adalah sebuah ikhtiar yang sia-sia.
Mengingat, menurut Wuritimur, dalam surat balasan dari Kementrian Kehutanan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) MTB menerangkan, tidak ditemukan kesalahan administrasi dan prosedur apapun oleh PT. Karya Jaya Berdikari.
“Saya menyarankan untuk kita tempuh jalur Hukum. Pintu terbuka lebar ! Untuk itu, semua pihak harus bergandeng tangan, baik aktivis maupun pengiat lingkungan di maluku. Bupati menjalankan tugasnya dan kita masyarakat juga harus dorong class action melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tutur advokat senior ini.
Lanjutnya, dirinya siap membantu aktivis maupun kelompok masyarakat yang mau melakukannya. Bahkan dia sendiri menawar jasanya secara cuma - cuma jika ada kelompok masyarakat yang ingin menggugat di PTUN.
Dia menambahkan, semestinya aliran dana yang diberikan PT. Karya Jaya Berdikari bagi Pemkab MTB sejak 2009 sampai saat ini harus jelas peruntukannya.
Pemkab MTB harus transparan kepada masyarakat lewat DPRD Kabupaten, sehingga masyarakat tidak mencurigai pemerintah telah main mata dengan pengelola HPH Yamdena.
Sementara itu, aktivis muda Tanimbar Utara, Mecky Melayaman, yang dfikonfirmasi media ini via telepon seluler sepertinya enggan berkomentar banyak. Dia justru memberikan apresiasi bagi Pemkab MTB yang telah melakukan berbagai upaya untuk pencabutan ijin PT Karya Jaya Berdikari.
“Sebagai pemuda kita tetap akan terus mendorong hal ini untuk Gubernur Maluku segera meninjau rekomendasi dimaksud, jika tidak direspon cepat, saya tegaskan kepada masyarakat Tanimbar harus berpikir ulang memilih Assagaff saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) mendatang,” tegasnya
Untuk itu dirinya meminta Assagaff mempertimbangkan permintaan masyarakat MTB, karena konsekuensi politik pasti terjadi nanti.
“Lampu Kuning Bagi Assagaff jika tidak mengatasi masalah HPH Yamdena,” tegas Melayaman. (CL-01)
Tidak ada komentar