Dituding Premanisme, Sapulette Membela Diri
Marthin Sapulette (Anggota DPRD Kota Ambon) & Soleman Dungair (Korban) |
Cahaya Lensa.Com
Ambon – Anggota DPRD Kota Ambon Komisi I, yang juga anggota Fraksi Hanura, Marthin Sapulette menunjukan keegoannya, bertindak bak seorang preman menghakimi Soleman Dungair alias Dobo (nama akrab) hingga babak belur pekan kemarin.
Enggan dituduh beritndak ala preman, Sapulette membela diri dengan mengatakan tindakan penganiayaan tersebut lantaran korban tidak mengakui perbuatannya ketika ditanya berulang kali oleh Sapulette. Korban dituding mencuri handphone milik anak dari wakil rakyat ini.
Kepada Cahaya Lensa.Com Sapulete menceritakan kalau korban sering melakukan pencurian di setiap lokasi dimana ia berada. Namun pembuktian itu sejauh ini belum ada.
“Dobo ini sewaktu menghamili anak gadis di Dusun Siwang, Negeri Urimesing dan bermukim disana. Namun karena ia sering mencuri maka ia diusir pemilik rumah yang ia tempati. Bukan saja itu, ketika ia tinggal lokasi yang masih ada pada petuanan Dusun Siwang masih juga melakukan perbuatannya maka dia diusir dan sekarang ia tinggal rumah tetangga saya,” tutur Sapulette.
Tindakan Sapulette kepada korban bermula ketika, sepulang perjalan dinas dari luar daerah, dirinya mendengar pengaduan dari anaknya kalau Handphonenya telah dicuri korban.
Sapulette kemudian menemui korban pada sebuah pangkalan ojek yang tidak jauh dari rumahnya di sekitar kawasan Kudamati Farmasi untuk menyakan perihal tersebut.
“Saya bertanya buat dia lebih dari empat kali tapi dia. Jadi tidak benar kalau saya langsung memukul korban tanpa bertanya lebih dahulu,” tutur Sapulette.
Menurut Sapulette, korban tetap tidak mengakui kalau dirinya telah mencuri handphone milik nakanya. Padahal ada saksi yang melihat kalau korban yang mengambil handphone tersebut.
Merasa kesal, akhirnya Sapulette melayangkan bogem mentah ke arah perut korban sebanyak tiga kali dan sekali dibagian wajahnya, kemudian Sapulette meninggalkan korban.
Insiden tersebut kemudian berlanjut kepihak Kepolisian Sektor Nusaniwe, Unit Benteng. Menurut pengakuan Sapulette baik dirinya maupun korban telah bersepakat untuk menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan dan telah dibuat surat pernyataan.
“Saya bersedia menanggung biaya pengobatan korban. Bahkan telah beli obat sebesar seratus dua puluh ribu rupiah, dan menambahkan uang kepada korban dua ratus ribu rupiah. Selain itu istri saya juga menambahkan uang sebesar seratus ribu rupiah lagi,” jelas Sapulette.
Ada kejanggalan yang terjadi, ternyata perkara tersebut tersebut tidak ditangani petugas jaga pada saat itu. Namun yang menerima laporan anggota salah satu anggota intel Polsek yang diketahui bernama Rejhon Lewakabessy. Diduga ada ikatan keluarga dengan Sapulette.
Selain itu dari surat pernyataan ternyata, namayang tertera pada pihak pertama bukan nama si korban Soleman Dungair, namun yang tertulis Adrian Ngarbinan.
Disitulah profesionalisme seorang aparatur negara slogan sebagai pengayom masyarakat dipertanyakan. Bisa dikatakan praktek kolusi diterapkan, terbukti penyelesaian perkara cacat hukum dan tidak bisa dipertanggujawabkan.
“Ketika saya ditelepon dari petugas yang menengani laporan tersebut, saya meminta kepada pihak polisi mengantar korban ke RSUD Dr. Haulussy untuk difisium dan diberi obat serta diberi makan. Nanti saya ganti uangnya, setelah saya sampai ke Pos Polisi di Benteng, Surat Pernyataan sudah dibuat tinggal saya tanda tangan saja,” kata Sapulette.
Lewakabessy yang dikonfirmasi diruang kerjanya kemarin mengakui kalau dirinya yang membuat surat pernyataan tersebut. Ia pun juga yang mengantar korban ke rumah sakit untuk di visium, kemudian mengantar korban untuk makan.
Dikatakan, ketika membuat surat pernyataan, ia tidak memperhatikan secara detail nama pihak-pihak yang berproses saat itu sebelum dibubuhi tandatangan, kemudian tidak disaksikan pihak yang mendamaikan, yakni dari pihak Kepolisian yang bertugas saat itu. Akibatnya surat peryataan itu dapat dikatakan cacat secara hukum.
Ditempat berbeda, korban mengaku bahwa dirinya dipukul delapan kali dari wajah, rusuk bagian kanan dan kiri oleh Sapulette tanpa kompromi. Motor miliknya juga diambil pelaku dengan ancaman, jika hendphoen milik anaknya tidak dikembalikan maka motor milik korban juga tidak diberikan kepadanya.
“Saya heran! Tanpa ada kesalahan malah saya dipukul hingga babak belur seperti ini. Saya sudah sampaikan kepada Pak Sapulette bahwa handphone milik Ongen (anak pelaku) tidak saya curi. Jadi tolong kembalikan motor saya, lalu kita atur perdamain secara keluarga. Namun tawaran itu tidak diterima maka saya melaporkan ke Polisi,” jelas korban.
Tidak puas dengan cara penyelasaian di Polsek Nusaniwe, Unit Benteng, keluarga korban melaporkan kembali tindakan Sapulette ke Polda Maluku dengan ancaman tindak pidana penganiayaan. Korban juga divisium ulang pada Rumah Sakit POLRI Tantui, Ambon, lantaran wajahnya masih mengalami memar di bagian mata sebelah kiri.
Sebelumnya Sapulette mengaku kalau sepeda motor milik korban telah diserahkan istrinya saat korban mendatangi rumah Sapulette. Selain itu Sapulette telah melapor balik keluarga korban ke Rekrimsus Polda Maluku, karena telah memposting berita yang mencemarkan namanya di akun Facebook.
Saat lihat pastingan itu di akun facebook milik salah satu keluarga Dobo, saya langsung melaporkan ke Reskrimsus Polda Maluku. Postingan itu telah dihapus, namun saya sudah menscreenshoot dan menyimpannya sebagai barang bukti,” cetus Sapulette. (CL10/CL04)
Tidak ada komentar